
Kembaran Wetan, Kaligondang — Penanusantara News. Com – Proyek pengaspalan jalan yang dibiayai dari dana desa di tiga titik wilayah Desa Kembaran Wetan menuai sorotan publik. Kerusakan dini pada permukaan aspal, yang baru dikerjakan sekitar dua minggu lalu, menimbulkan dugaan adanya ketidaksesuaian dalam pelaksanaan proyek.
Hasil pemantauan lapangan menunjukkan bahwa aspal di salah satu titik tampak sudah mulai mengelupas, meski usianya belum genap sebulan. Kondisi ini dibenarkan oleh sejumlah warga yang menyampaikan kekecewaannya atas mutu pekerjaan.
“Baru dua minggu, aspal sudah rusak. Kami khawatir ini akan terus memburuk,” ujar AS, salah seorang warga.

Senada dengan itu, WT, warga lainnya, berharap pemerintah desa segera mengambil langkah perbaikan.
“Kalau tidak segera ditangani, kerusakannya bisa makin parah. Ini menggunakan uang rakyat, harusnya hasilnya juga berkualitas,” tegasnya.
Pemerintah desa melalui Sekretaris Desa mengonfirmasi bahwa proyek tersebut terdiri dari tiga titik dengan pelaksana yang berbeda.
“Satu titik dikerjakan oleh pihak ketiga, sementara dua lainnya dilaksanakan oleh Tim Pelaksana Kegiatan (TPK). Sayangnya, dua titik yang dikerjakan oleh TPK mengalami kerugian sebesar Rp 25 juta,” jelasnya.
Namun, pernyataan tersebut dibantah oleh perwakilan TPK. Ia menyayangkan sikap pemerintah desa yang dianggap tidak transparan dalam menyampaikan informasi.
“Saya tidak pernah menggunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi. Bahkan, saya menanggung defisit karena memenuhi permintaan tambahan pekerjaan dari warga, yang disetujui oleh perangkat desa,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menyatakan kesiapannya untuk bertanggung jawab secara moral atas defisit tersebut, sembari menegaskan bahwa pelaksanaan dilakukan dengan itikad baik.
Menanggapi polemik ini, praktisi hukum Rasmono, SH, menilai perencanaan proyek dana desa harus mengacu ketat pada spesifikasi dan regulasi yang berlaku.
“Istilah ‘merugi’ tidak seharusnya muncul dalam proyek dana desa bila semua dilaksanakan sesuai perencanaan. Permasalahan biasanya timbul ketika ada pekerjaan tambahan yang belum dialokasikan anggarannya. Jika dipaksakan, dampaknya adalah penurunan kualitas dan potensi kerugian,” ujarnya.
Kasus ini kembali menegaskan pentingnya tata kelola dana desa yang transparan, akuntabel, dan disiplin anggaran untuk mencegah timbulnya kerugian maupun konflik di tengah masyarakat.