
MEDIA PENANUSANTAR NEWS
Sebanyak 34 desa di Kabupaten Purbalingga pada tahun 2024 menerima Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pembangunan infrastruktur air minum dan sanitasi. Bupati Purbalingga, Dyah Hayuning Pratiwi, mengingatkan kepada Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang terlibat dalam pengelolaan dana tersebut agar tidak menyia-nyiakan bantuan yang sudah diperjuangkan dengan sangat keras tersebut.
“Saya titip untuk tidak disia-siakan. Jangan sampai tidak memberi manfaat bagi masyarakat, karena kita nyengget (mengait) anggaran ini dari pusat memang luar biasa perjuangannya,” ujar Bupati Tiwi dalam acara Pelatihan Administrasi dan Teknik Program DAK Infrastruktur 2024, Rabu (5/6/2024) di Andrawina Hall, Owabong, Bojongsari.

Namun, ada dugaan penyalahgunaan anggaran DAK sanitasi yang melibatkan Desa Maribaya, Kecamatan Karanganyar. Desa tersebut menerima bantuan dana DAK sanitasi sebesar Rp 500 juta, yang setelah dipotong untuk biaya operasional dan lain-lain, menyisakan Rp 475 juta untuk pembangunan 50 unit sanitasi. Masyarakat setempat yang menerima bantuan tersebut mengaku tidak merasakan manfaat yang signifikan dari program ini, karena fasilitas sanitasi yang dibangun dianggap tidak layak pakai.
Hasil investigasi tim kami melalui wawancara dengan beberapa penerima manfaat mengungkapkan kekecewaan mereka. Salah satu penerima bantuan menyatakan, “Jujur saya tidak senang dengan bantuan ini. Pada kenyataannya, fasilitas ini hanya seperti itu saja dan tidak bisa digunakan. Setelah dihitung, biaya material dan tenaga hanya sekitar Rp 5 juta, padahal saat sosialisasi dijanjikan bantuan sebesar Rp 10 juta setelah dipotong pajak,” ujarnya.

Hal serupa disampaikan oleh T, salah satu penerima bantuan lainnya, “Saya juga menerima bantuan yang sama, dan jika dihitung biaya materialnya tidak jauh dari angka itu. Sampai sekarang saya tidak menggunakannya karena tidak ada biliknya, sehingga saya merasa malu bila dilihat tetangga saat menggunakan fasilitas tersebut.”
Seorang tokoh masyarakat juga mengungkapkan kekecewaannya, “Jika dana tersebut benar-benar diterapkan sesuai ketentuan, seharusnya fasilitas ini bisa digunakan dengan baik. Namun, setelah melihat hasilnya dan mendengar keluhan warga, saya rasa ini sangat mubazir dan tidak memberikan manfaat sama sekali.”

Kepala Desa Maribaya, Tarso, membenarkan bahwa desa mereka menerima bantuan DAK sanitasi sebesar Rp 500 juta yang disalurkan melalui Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Dinrumkim) dan diawasi oleh Inspektorat. “Per penerima bantuan sebesar Rp 10 juta, namun untuk lebih jelasnya terkait pelaksanaan program ini adalah tanggung jawab Kelompok Swadaya Masyarakat (Pokmas),” ujar Tarso.
Sementara itu, Arif, perwakilan Pokmas, menyatakan bahwa ia tidak mengetahui rincian anggaran secara pasti dan mengklaim bahwa setiap pelaksanaan selalu diawasi oleh Dinrumkim dan Inspektorat. “Setiap bulannya selalu ada monitoring, dan jika ada koreksi, itu harus segera diselesaikan pada bulan berikutnya. Saya rasa semua sudah sesuai dengan petunjuk dari Inspektorat dan Dinrumkim,” ungkapnya.

Namun, pihak Inspektorat, melalui Pak Ato, menyatakan bahwa beberapa kegiatan di Dinrumkim mengalami pemutusan kontrak dalam rangka melakukan review. “Review tersebut bukan terkait substansi proyek, tetapi lebih kepada pihak ketiga untuk pengajuan balik rekening rekanan. Kami tidak terlibat dalam pengawasan operasional atau proyeknya,” jelasnya.
Saat tim kami mencoba mengonfirmasi dengan Ketua Pokmas, Afid, dia tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. Namun, Sehun, anggota Pokmas lainnya, menjelaskan bahwa pengajuan awal proyek mencakup 120 unit, namun hanya disetujui untuk 50 unit. Dari 50 unit tersebut, 35 unit menggunakan bilik dan 15 unit tanpa bilik. “Saya tidak pernah mengatakan dalam sosialisasi bahwa setiap penerima akan mendapat Rp 10 juta. Biaya untuk yang menggunakan bilik mencapai Rp 13 juta, sementara yang tanpa bilik hanya Rp 5,5 juta, belum dipotong pajak,” tambah Sehun.
Kami juga berusaha menghubungi Dinrumkim untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut, namun belum berhasil menemui pihak yang membidangi program tersebut.
Kasus ini mencuatkan pertanyaan mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana DAK sanitasi di Desa Maribaya, yang diduga tidak memberikan manfaat yang sesuai dengan harapan masyarakat.