
Banjarnegara PNN NEWS– Dugaan penyalahgunaan dana bantuan bencana yang terjadi pada tahun 2024 silam akhirnya terungkap. Peristiwa ini bermula dari bencana longsor yang menimpa empat rumah dengan lima kepala keluarga (KK) di RT 002, RW 10, Desa Punggelan, Kecamatan Punggelan, Kabupaten Banjarnegara, sekitar satu minggu sebelum Hari Raya Idulfitri.
Bantuan yang seharusnya diterima utuh oleh para korban diduga mengalami manipulasi data terkait jumlah dan distribusinya oleh beberapa oknum di jajaran pelaksana serta perangkat desa. Dugaan tersebut mencuat setelah beberapa warga penerima bantuan mengadukan permasalahan ini kepada LSM Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Distrik Banjarnegara.
Ketua LSM GMBI Banjarnegara, Slamet, mengungkapkan bahwa pihaknya segera melakukan investigasi dengan meminta keterangan dari warga terdampak. “Setelah mendengar langsung keluhan warga, kami menduga adanya praktik korupsi dalam pengelolaan dana bantuan kebencanaan pada tahun 2024,” ujar Slamet, Kamis (6/2/2025).

Slamet menambahkan bahwa pihaknya telah berupaya menghubungi Kepala Desa Punggelan untuk meminta klarifikasi terkait permasalahan ini. Awalnya, pertemuan telah disepakati pada Kamis malam, namun Kepala Desa membatalkan secara sepihak dengan alasan ada kepentingan lain. Ketika dikonfirmasi ulang melalui WhatsApp, Kepala Desa hanya membalas, “Mas saya masih di Purwokerto, ya terserah njenengan, monggo.”
Lebih lanjut, dugaan penyimpangan ini juga memicu intimidasi terhadap warga yang mengadukan persoalan tersebut. Riyanto, Ketua RT 002, RW 10, mengungkapkan bahwa dirinya mendapatkan tekanan dari beberapa oknum perangkat desa dan Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) karena menyampaikan keluhan kepada LSM GMBI. “Saya justru disalahkan oleh mereka. Mereka bertanya, kenapa saya mengadu ke LSM, bukan langsung ke pihak desa,” kata Riyanto.
Selain itu, menurut Riyanto, ada kejanggalan dalam distribusi bantuan material. Ia mengaku awalnya menerima bantuan uang tunai senilai Rp12 juta, namun diminta kembali oleh oknum TPK. Sebagai gantinya, ia hanya menerima material berupa 10 kubik bata ringan (hebel), 50 batang besi ukuran 8 mm, 20 batang besi ukuran 6 mm, dan lima sak semen. Sementara itu, untuk kebutuhan genteng, warga justru harus membelinya sendiri.
Menyikapi permasalahan ini, Slamet menegaskan bahwa pihaknya mendesak pemangku kebijakan di Banjarnegara untuk segera mengambil tindakan tegas. “Kami meminta agar Inspektorat dan pihak terkait segera melakukan audit menyeluruh, termasuk mencopot oknum-oknum yang terlibat. Jika praktik seperti ini terus dibiarkan, maka kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa akan semakin tergerus,” tegasnya.
Selain itu, Slamet juga mempertanyakan peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam kasus ini. “Seharusnya BPD berfungsi sebagai pengawas kinerja pemerintah desa. Namun, sejauh ini, belum terlihat adanya tindakan dari mereka. Ini menjadi pertanyaan besar bagi kami,” ujarnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak pemerintah desa masih belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan penyelewengan dana bantuan bencana tersebut. Awak media dan LSM GMBI berharap agar aparat penegak hukum turun tangan untuk mengusut tuntas kasus ini demi transparansi dan keadilan bagi warga terdampak bencana.