
Jateng – 0807/06/2025 — PNN NEWS – Fenomena tren baru dalam dunia jurnalistik yang berkembang belakangan ini menimbulkan keprihatinan serius. Munculnya istilah “tekdon” — praktik menurunkan berita atas permintaan dengan imbalan tertentu — dinilai sebagai bentuk penyimpangan dari kaidah jurnalistik yang sebenarnya.
Ketua DPW Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWOI) Jawa Tengah, Teguh Supriyanto, menyayangkan terjadinya berbagai kasus dugaan pemerasan yang menimpa sejumlah wartawan. Praktik tersebut kerap dijerat dengan Pasal 368 Ayat 1 KUHP tentang pemerasan.
“Tren baru ini membuat sejumlah wartawan muda terjebak dalam praktik yang menyalahi etika dan hukum. Banyak dari mereka yang terjun ke dunia jurnalistik tanpa pemahaman mendalam mengenai Undang-Undang Pers dan kode etik jurnalistik,” ujar Teguh.
Menurutnya, kemudahan dalam menerbitkan dan menarik kembali berita (tekdon) telah membuka celah terjadinya penyimpangan. Ketika sebuah berita diturunkan bukan karena koreksi substansi, melainkan karena tekanan pihak tertentu disertai imbalan, maka potensi pidana menjadi tidak terhindarkan.
“Kalau memang ada keberatan atas pemberitaan, mekanisme yang benar adalah menggunakan hak jawab atau hak koreksi, bukan tekanan atau iming-iming materi. Saat tekanan terjadi, unsur pidananya bisa jelas terlihat,” tegas Teguh.
Ia juga menyoroti kasus-kasus serupa yang muncul di berbagai daerah di Jawa Tengah, seperti Cilacap, Semarang, Blora, hingga yang terbaru di Grobogan. Ia mengingatkan bahwa meskipun pers dilindungi oleh undang-undang, namun kewajiban untuk mematuhi regulasi dan etika tetap menjadi hal utama.
“Pers dilindungi undang-undang, tapi perlindungan itu berlaku selama jurnalis tetap berada di jalur yang benar. Kalau menyimpang, tentu saja hukum tetap berjalan,” tambahnya.
Di akhir pernyataannya, Teguh berharap pemerintahan yang baru akan lebih memperhatikan kesejahteraan insan pers. “Wartawan adalah mitra strategis pemerintah, baik di instansi maupun institusi. Sudah selayaknya pemerintah memberikan ruang dan perhatian lebih, agar praktik-praktik menyimpang tidak lagi terjadi,” pungkasnya.