
BANJARNEGARA | PNN NEWS– 08/11/2025 Program Makan Bergizi Gratis merupakan salah satu program strategis pemerintah pusat dalam upaya memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, khususnya anak-anak, bayi, balita, dan ibu menyusui (3B). Program ini diharapkan mampu mencetak generasi emas yang sehat, cerdas, dan berkualitas, menuju visi Indonesia Emas 2045.
Namun, ironisnya, pelaksanaan program tersebut di Sentra Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Desa Somawangi, Kecamatan Mandiraja, Kabupaten Banjarnegara, justru menimbulkan keluhan dari para penerima manfaat.

Beberapa warga menilai, makanan yang dibagikan tidak sesuai standar gizi, bahkan diduga tidak layak konsumsi. Informasi yang diterima PNN NEWS menyebutkan, ada menu seperti tahu aci, sayur basi, hingga *bubur yang diduga sudah tidak segar saat dibagikan kepada penerima manfaat.
Dua narasumber yang enggan disebutkan namanya mengaku telah menyampaikan keluhan melalui grup WhatsApp penerima manfaat.
“Kami sudah sampaikan komplain ke pihak SPPG karena banyak yang mengeluh. Salah satunya tahu aci keras dan sayur sudah basi. Kami juga sempat laporkan lewat kader Posyandu,” ujar salah satu penerima manfaat kepada wartawan, Jumat (7/11/2025).
Menanggapi hal tersebut, Kepala SPPG Somawangi, M. Anis Dzayadi, S.Kom, saat dikonfirmasi Sabtu (8/11/2025), membenarkan adanya keluhan masyarakat.
“Memang ada keluhan tahu aci yang keras, tapi kalau soal sayur basi kami tidak mengakui itu,” katanya.
Anis juga mengungkapkan bahwa pihaknya sementara waktu menghentikan penyaluran ke Posyandu untuk menjaga kondusivitas dan melakukan pembenahan internal.
Namun yang mengejutkan, saat ditanya soal legalitas dan izin operasional, M. Anis secara terbuka mengakui bahwa SPPG Somawangi belum memiliki SLHS (Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi) yang menjadi salah satu syarat utama operasional SPPG.
“Tentang perizinan semua sudah ada, hanya SLHS memang belum terbit. Saat ini masih dalam proses. Karena kami menilai sarana dan prasarana sudah lengkap, maka kami putuskan beroperasi dulu,” ungkapnya tanpa ragu.
Pernyataan tersebut jelas menimbulkan tanda tanya besar, mengingat aturan pemerintah melarang keras SPPG beroperasi tanpa SLHS, karena menyangkut keamanan dan kelayakan makanan yang dikonsumsi masyarakat.
Lebih lanjut, Anis menegaskan bahwa dirinya bertanggung jawab penuh atas operasional SPPG Somawangi.
“Kalau ada persoalan hukum atau keluhan masyarakat, saya siap bertanggung jawab sepenuhnya,” tegasnya.
Kini publik menunggu sikap tegas dari Dinas Kesehatan dan pihak berwenang terkait dugaan pelanggaran operasional tanpa izin lengkap tersebut. Apakah ada pembiaran, atau justru ini menjadi sinyal lemahnya pengawasan terhadap pelaksanaan program pemerintah yang menyangkut kesehatan publik?



