BANJARNEGARA – PNN NEWS- Madrasah Tsanawiyah (MTs) Cokroaminoto Lebakwangi, yang berlokasi di Desa Lebakwangi, Kecamatan Pagedongan, Kabupaten Banjarnegara, tengah menuai sorotan tajam. Sekolah ini diduga kuat menahan dan mengelola secara sepihak dana Program Indonesia Pintar (PIP) milik puluhan siswa, tanpa persetujuan wali murid.
Dana PIP yang seharusnya menjadi hak penuh siswa, justru disebut-sebut dikuasai pihak sekolah dan digunakan untuk membayar kebutuhan internal seperti SPP, biaya ujian, hingga study tour. Sejumlah wali murid angkat bicara, menyebut praktik ini sebagai bentuk perampasan hak dan penyalahgunaan kewenangan.
“Anak saya memang ikut ke BRI, difoto seolah menerima dana. Tapi setelah itu uang langsung diambil guru pendamping. Katanya untuk SPP dan kegiatan lain. Kami tidak pernah setuju,” ungkap salah satu wali murid yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Lebih jauh, beberapa orang tua mengaku tidak pernah memegang buku tabungan maupun kartu ATM PIP anak mereka, yang hingga kini masih disimpan oleh pihak sekolah. Alasan “keamanan dokumen” dinilai tidak masuk akal dan menjadi dalih untuk mengontrol dana bantuan.
“Kami tidak diberi akses ke buku tabungan anak kami sendiri. Itu jelas pelanggaran. Apalagi dana PIP itu bantuan dari pemerintah, bukan uang milik sekolah,” ujar wali murid lainnya dengan nada geram.
Ironisnya, muncul pula laporan bahwa dana PIP milik salah satu siswa dialihkan kepada siswa lain dengan alasan yang tidak sesuai regulasi, yakni karena si anak sudah menerima fasilitas lain dari sekolah.
Praktik ini jelas bertentangan dengan ketentuan Program Indonesia Pintar yang berbasis data NISN dan tidak bisa dipindahkan seenaknya, apalagi tanpa dasar hukum.
Saat dikonfirmasi awak media pada Rabu (17/9/2025), Kepala Sekolah MTs Cokroaminoto, Siswanto, tidak berada di tempat. Seorang staf sekolah berdalih bahwa dana PIP telah diserahkan kepada siswa dan wali murid, disertai dokumentasi foto.
Namun, saat dihubungi secara langsung, Siswanto memberikan pernyataan berbeda. Ia mengklaim bahwa dana PIP sudah dibagikan ke orang tua pada Sabtu (13/9), dengan jumlah Rp750.000 per siswa. Sedangkan buku tabungan dan kartu ATM, katanya, masih disimpan di sekolah karena “menunggu print out untuk SPJ”.
“Dana sudah diberikan. Buku dan ATM belum diserahkan karena administrasi belum selesai. Tidak ada niat menahan,” ujar Siswanto via pesan WhatsApp.
Keterangan ini justru memperkuat dugaan adanya ketidakwajaran dalam pengelolaan dana bantuan. Ketidakkonsistenan informasi antara staf dan kepala sekolah menjadi catatan serius.
Wali murid mendesak agar sekolah segera mengembalikan seluruh dana dan dokumen PIP kepada siswa. Mereka menolak keras pengelolaan sepihak atas bantuan yang bersumber dari APBN itu.
“Kami hanya ingin hak anak-anak kami diberikan sepenuhnya. Sekolah tidak berhak mengatur tanpa seizin kami. Kalau seperti ini terus, kami akan laporkan ke Kementerian dan pihak berwajib,” tegas seorang wali murid.
Bila terbukti melakukan penahanan atau pengalihan dana PIP tanpa dasar hukum, pihak sekolah berpotensi melanggar regulasi, bahkan masuk dalam ranah pidana terkait penyalahgunaan bantuan sosial.
Sesuai ketentuan, dana PIP adalah hak mutlak siswa penerima, tidak boleh dipotong, dikelola, atau digunakan oleh pihak sekolah dengan alasan apa pun. Praktik semacam ini tak hanya mencoreng nama lembaga pendidikan, tetapi juga mencederai semangat bantuan pendidikan dari pemerintah.
Pihak Kementerian Agama, Dinas Pendidikan, dan lembaga pengawas keuangan diminta turun tangan melakukan klarifikasi dan investigasi menyeluruh terhadap praktik di MTs Cokroaminoto Lebakwangi.
Apakah dana benar-benar sampai ke tangan siswa? Apakah pengelolaan sesuai prosedur? Dan yang paling penting, adakah unsur penyelewengan yang dapat dijerat hukum?