
PURBALINGGA | PNN NEWS — 17 Oktober 2025
Kasus dugaan penyelewengan Alokasi Dana Desa (ADD) mencuat di Desa Karang Turi, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga. Seorang oknum perangkat desa diduga memindahkan dana desa ke rekening pribadinya dengan memalsukan tanda tangan Kepala Desa dan Sekretaris Desa. Kasus ini kini menjadi sorotan publik karena dianggap mencederai kepercayaan terhadap pengelolaan dana publik di tingkat desa.
Perbuatan tersebut diduga berlangsung sejak Januari 2025 dan baru terungkap pada 24 September 2025, setelah muncul kejanggalan dalam proses administrasi keuangan desa. Kecurigaan bermula ketika Kasi Pemerintahan yang merangkap sebagai Plt. Kasi Kesejahteraan sekaligus operator Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) enggan memberikan data keuangan yang diminta pihak desa untuk keperluan bendahara.

“Benar ada kejadian itu. Kami bahkan mendapatkan data Siskeudes bukan dari operator, melainkan dari Kasi PMD Kecamatan. Dari data tersebut terlihat adanya sejumlah transaksi mencurigakan ke rekening pribadi dengan dugaan pemalsuan tanda tangan,” ungkap Sekretaris Desa Karang Turi kepada PNN NEWS.
Ia menambahkan, setelah temuan itu pihaknya langsung menggelar rapat bersama seluruh perangkat desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
“Kami cek langsung di Siskeudes, dan memang ditemukan beberapa transaksi dengan nominal yang tidak wajar,” tegasnya.
Hal senada disampaikan Ketua BPD Desa Karang Turi, yang mengonfirmasi adanya penyimpangan tersebut.
“Masalah ini memang terjadi, namun sudah diselesaikan secara internal. Oknum yang bersangkutan telah mengembalikan uang di hadapan perangkat desa dan BPD, serta diberhentikan dari jabatannya sebagai operator Siskeudes,” ujarnya.
Sementara itu, Penjabat (Plt) Kepala Desa Karang Turi yang baru dilantik mengaku belum dapat memberikan keterangan lebih lanjut.
“Saya baru menjabat, jadi belum mengetahui detail kejadian sebelumnya,” singkatnya.
Dari pihak Pendamping Desa Kecamatan Mrebet, penegasan disampaikan bahwa tindakan tersebut merupakan pelanggaran serius.
“Apapun alasannya, penyelewengan dana desa tidak dapat dibenarkan. Mekanisme pencairan melalui CMS seharusnya dilakukan sepengetahuan Sekdes dan Kades. Jika dana bisa keluar tanpa prosedur resmi, jelas ada kelemahan dalam sistem pengawasan internal,” ujarnya.
Kasus ini membuka fakta rapuhnya kontrol internal di pemerintahan desa, yang berpotensi membuka ruang bagi penyalahgunaan keuangan publik. Meski dana yang diselewengkan telah dikembalikan, para pihak menilai hal tersebut tidak menghapus unsur pidana jika terbukti adanya perbuatan melawan hukum.
Menurut praktisi hukum Rasmono, S.H. tindakan tersebut bisa dijerat dengan pasal berlapis.
“Jika terbukti benar, pelaku dapat dijerat dengan pasal pemalsuan dokumen dan tindak pidana korupsi,” jelasnya.
Ia menambahkan,
“Sesuai Pasal 2 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2001, setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, yang merugikan keuangan negara, dapat dipidana penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun dan paling singkat 4 tahun,” pungkasnya.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi seluruh pemerintah desa untuk memperkuat sistem transparansi dan pengawasan agar dana publik benar-benar tersalurkan untuk kepentingan masyarakat.