
Purbalingga -21/12/2025 – PNN NEWS- Di era digital, media massa arus utama semakin intens memanfaatkan media sosial sebagai kanal penyebaran informasi. Meski dikemas dalam format unggahan singkat, konten yang dipublikasikan melalui akun resmi media bukan sekadar postingan biasa, melainkan bagian tak terpisahkan dari produk jurnalistik yang memiliki konsekuensi hukum dan etika.
Hal tersebut ditegaskan oleh HM Abdus Syukur, SH, penguji Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Ia menegaskan bahwa setiap informasi yang dipublikasikan melalui media sosial resmi media massa tetap berada dalam koridor Undang-Undang Pers.
“Setiap informasi yang dipublikasikan di media sosial resmi media dianggap sebagai bagian dari produk jurnalistik. Jika terjadi kesalahan pemberitaan, maka mekanisme yang berlaku adalah hak jawab dan hak koreksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999,” tegasnya.
Penegasan ini sekaligus menempatkan media sosial resmi media massa dalam posisi yang sama dengan platform cetak maupun daring lainnya, yakni tunduk pada prinsip akurasi, keberimbangan, dan tanggung jawab redaksional.
Pernyataan tersebut juga sejalan dengan pandangan mantan Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Komisaris Jenderal Polisi Agus Andrianto. Ia menegaskan bahwa produk jurnalistik yang dihasilkan oleh perusahaan pers yang sah dan terverifikasi tidak dapat dipidanakan.
“Produk jurnalistik yang diproduksi secara sah oleh perusahaan pers legal tidak dapat dibawa ke ranah pidana maupun dijerat menggunakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE),” ujarnya.
Dengan demikian, sengketa atas pemberitaan jurnalistik tidak dapat diselesaikan melalui jalur pidana. Mekanisme yang berlaku adalah hak jawab, hak koreksi, serta penyelesaian melalui Dewan Pers, sebagaimana diamanatkan UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
Meski media sosial menawarkan kecepatan dan jangkauan yang luas, prinsip dasar jurnalistik tetap tidak boleh diabaikan. Setiap informasi wajib melalui proses verifikasi, disajikan secara berimbang, dan bertanggung jawab. Ketika terjadi kekeliruan, media wajib melakukan koreksi secara terbuka dan proporsional demi menjaga kepercayaan publik.
Pemahaman atas perbedaan ranah hukum ini menjadi krusial. Konten jurnalistik resmi berada di bawah payung UU Pers, sementara konten yang dimodifikasi secara menyesatkan, disebarluaskan di luar konteks jurnalistik, atau mengandung unsur serangan personal dapat masuk dalam ranah UU ITE.
Media sosial resmi bukan semata alat promosi, melainkan perpanjangan tangan ruang redaksi. Negara melalui UU Pers memberikan perlindungan hukum agar pers tetap bebas menjalankan fungsi kontrol sosial, sekaligus menuntut tanggung jawab profesional.
Kesadaran ini menjadi fondasi penting agar demokrasi informasi tetap berjalan sehat bebas dari kriminalisasi yang keliru, namun tetap menjunjung tinggi akurasi, etika, dan kepentingan publik.



