
CILACAP – PNN NEWS–
Polemik pemberitaan mengenai keberadaan Tri M dan Mansyur di Desa Karangturi kembali memanas. Pasca mencuatnya laporan investigasi bertajuk “Di Balik Misteri Kehidupannya Dikontrakan, Menyingkap Perempuan yang Mengaku Pemilik Apartemen,” ruang publik justru disuguhi narasi tandingan yang terkesan reaktif dan provokatif.
Alih-alih menyajikan data pembanding yang valid, narasi tandingan yang muncul di beberapa media tersebut dinilai mencederai etika jurnalistik.
Dengan dalih klarifikasi langsung via sambungan telepon, pihak Tri M dan Mansyur membantah total temuan lapangan.
Ironisnya, narasi pembelaan tersebut justru melangkah terlalu jauh dengan menjustifikasi karya jurnalistik media lain sebagai pelanggaran UU Pers dan Kode Etik Jurnalis.
Sebuah tuduhan yang dinilai prematur dan jumawa, mengingat validitas sebuah berita seharusnya diuji melalui keberimbangan narasumber, bukan sekadar klaim sepihak dari subjek yang sedang disorot.
Sorotan tajam masyarakat bukan tanpa alasan. Terdapat perbedaan mencolok antara klaim kekayaan dengan realitas gaya hidup keduanya. Pasangan yang mengaku berasal dari Jakarta dan Pasuruan ini kerap memamerkan keberhasilan materi—mulai dari kepemilikan apartemen, deretan kontrakan, hingga usaha mapan.
Namun, kenyataan bahwa mereka memilih mengontrak di pelosok Desa Karangturi dengan dalih “ritual mistik” tentu memicu tanda tanya besar terkait logika dan motivasi di baliknya.
Dalam kacamata kontrol sosial, ketidaksinkronan antara ucapan dan tindakan ini menjadi sinyal kewaspadaan yang patut ditelusuri lebih dalam.
Menanggapi kegaduhan ini, Kepala Desa Karangturi, Misar, akhirnya angkat bicara. Saat dikonfirmasi di kediamannya, Misar mengaku terkejut dan tidak mengetahui keberadaan pasangan tersebut karena minimnya laporan dari lingkungan setempat (kamis, 11/12/2025).
Demi memvalidasi status warganya, Misar langsung menghubungi Kepala Dusun (Kadus) setempat. Fakta mengejutkan pun terungkap: pasangan tersebut telah tinggal selama lebih dari tiga bulan tanpa pernah bisa menunjukkan bukti sah pernikahan (Buku Nikah).
”Sebagai Kepala Desa, selama ini saya tidak tahu kalau ada orang luar yang mengontrak di desa ini tanpa laporan jelas,” ujar Misar tegas.
Berdasarkan laporan Kadus yang mengonfirmasi ketiadaan ikatan hukum perkawinan yang sah, Misar mengambil sikap tegas. Ia menilai tindakan hidup bersama tanpa ikatan pernikahan sebagai pelanggaran norma sosial yang berat.
”Sepanjang mereka tidak bisa membuktikan pernikahannya secara hukum, berarti mereka kumpul kebo. Maka, harus secepatnya diusir dari Desa Karangturi,” tegas sang Kades.
Tak main-main, Pemerintah Desa Karangturi memberikan tenggat waktu tegas. Misar memastikan bahwa sanksi sosial dan administratif akan segera diberlakukan demi menjaga ketertiban desa.
”Saya pastikan dalam waktu paling lama dua minggu, keduanya pasti saya usir. Tunggu saya, nanti saya kabari perkembangannya,” pungkas Misar menutup pembicaraan.
Pernyataan tegas aparat desa ini sekaligus menjadi bemper yang membetengi narasi-narasi pembelaan yang selama ini beredar, menegaskan bahwa fakta hukum dan norma sosial tidak dapat ditutupi oleh sekadar klarifikasi sepihak.
Penulis: Sulio
Sumber: Mediaistana.com



